Masalah
yang dialami oleh organis dan jalan keluar
Karl-Edmund Prier
sj
Dari pergaulan dengan para organis tidak
hanya di Yogya, tidak hanya dalam rangka pelajaran, saya kumpulkan sejumlah
masalah yang mungkin tidak selalu disadari oleh organis ybs. Namun yang de
facto dialami bila jujur:
1. Mengiringi dengan not angka - namun
tidak maju dan sebenarnya kurang puas.
2.
Organis
jadi tukang rem: kor sekarang berusaha maju - organis mengiringi secara kampungan.
3.
Dianggap
oleh dirigen bisa mengiringi tanpa persiapan - akibatnya merasa minder.
4.
Pakai
Transpose ternyata bukti kemalasan / kebodohan dan merugikan telinga.
5.
Mengiringi
kor SATB dengan not angka mustahil menjadi baik, karena detil tidak dapat
diperhatikan - padahal "yang kecil2 itulah yang menentukan".
6.
Organis
mau mengikuti selera umat, padahal tujuannya membawa umat pada Tuhan.
7. Organis pianis.
8. Iringan inkulturasi membingungkan,
apa lagi lagu pelog.
9. Semua lagu inkulturasi diiringi
dengan pola yang sama sehingga membosankan.
10. Belajar organ di PML dengan not
balok ditakuti karena butuh waktu lama, sulit, mahal.
Bagaimana jalan keluar?
Ada beberapa nasihat umum:
1.
Yang
paling penting: latihan; latihan membaca not / teori musik; latihan ketrampilan
jari dan kaki.
2.
Belajar
Ilmu Harmoni sebagai dasar untuk mengiringi dengan not angka dan untuk membuat
iringan / aransemen baru.
3.
Dengan
belajar not balok kita dapat mempelajari
iringan baru tanpa guru.
4.
Yang
penting : kemauan. Maju
berarti menerima tantangan.-
Dan ada beberapa
nasihat untuk memperbaiki teknik permaian:
5. Intro. Tujuan: memperkenalkan lagu,
mengajak para penyanyi, menciptakan suasana yg sesuai. Secara praktis:
·
paling
baik 4 birama terakhir dari lagu.
·
Intro
harus dimainkan dengan tempo lagu dan tidak boleh pakai ritardando.
·
Intro
dihentikan 1 hitungan sebelum insetting vokal untuk mengajak para penyanyi.
6. Penjiwaan. Tujuan: ungkapan syair dan
lagu secara seni.
Secara praktis: a. Melihat syari lagu.
Terdapat lagu syukur dan lagu tobat/permohonan, lagu harapan dan lagu
kesaksian, dll. Itulah
yang menentukan tempo, volume, pilihan register.
b. Melihat busur melodi: Tiap
kalimat musik diawali dengan arsis (crescendo dan sedikit accelerando) dan diakhiri
dengan tesis (decrescendo dan sedikit ritardando).
c. Melihat bentuk lagu: Ulangan
sebuah kalimat perlu diolah: atau sebagai peningkatan (volume dinaikkan) atau
sebagai gema (volume diturunkan).
7.
Frasering/ pengalimatan. "Dosa
asal" organis adalah membuat "ular panjang" / legato sempurna.-
Para penyanyi tarik nafas - maka organis harus juga "bernafas".
Umumnya sesudah tiap 4 birama 2/4 atau 3/4, sesudah tiap 2 birama 4/4 atau 6/8
terdapat tempat untuk mencuri nafas. Iringan / terutama melodi harus putus!
8. Legato dan non legato. Organ
dengan sendiri menciptakan legato selama kita tekan tuts. Namun musik akan
menjadi monoton kalau dimainkan dengan legato sempurna.
Legato cocok untuk lagu Gregorian,
mis. "Datanglah Roh Mahakudus" MB 448. Legato cocok juga untuk
mengiringi Motet (sebenarnya motet ingin dibawakan a capella), mis. "Aku
bersembah sujud" MB 283. Legato cocok untuk lagu inkulturasi Jawa, Flores
dll. Namun iringan legato pun tidak boleh dari awal sampai akhir; terdapat juga
tempat untuk memutuskan arus, mis. pada akhir masing-masing bagian.
Non legato
cocok untuk lagu Barok, mis. "Terpuji Sang Kristus" MB 425. Non
legato juga cocok untuk lagu Batak Toba, mis. "Tinggallah dalam hati
kami" MB 701.- Non legato tidak sama dengan staccato. Non legato
menciptakan musik yang mantap.
9. Anslag/kemantapan untuk
menurunkan tuts. Banyak organis main organ tanpa anslag, karena bunyi keluar
"dengan sendiri" bila tuts diturunkan. Namun akibatnya musik kurang
mantap, musik menjadi lemah, bahaya irama jadi kurang tepat.
Sebaiknya
organis membiasakan diri "memukul" / menekankan tuts seperti waktu
main piano. Tuts Organ pipa memang harus ditekankan karena dengan turunnya tuts
akan dibuka klep-klep di bawah pipa ybs. Sayang organ Stagea terlalu ringan
hingga kita lupa pakai "anslag" / tekanan tuts yang mantap. Penting:
Matikanlah "Touch" pada tombol C; harus 0.
10. Pilihan register. Tujuan memberi warna
suara yang sesuai; menciptakan variasi suasana.
1) Terdapat 5 macam register untuk
tangan kanan / Upper Manual:
2) Register untuk tangan kiri / Lower
Manual:
a.
yang
melodis - mis. Pipe organ 1,
b.
yang
perkusif - mis. piano, harpsichord, gitar, vibrafon
3)
3.
Khusus untuk iringan beberapa gaya inkulturasi:
a. Lagu Batak Toba: UM Hobo, LM
Harpsichord, Ped. Pipe organ 1
b. Lagu Batak Simalungun: seperti Batak
Toba, tapi Pedal: Harpa 2
c. Lagu
Jawa: UM Panflute + Flute 4', LM Honkytong piano, Ped. Organ Bass 2
d. Lagu Flores: UM Woodwind Ensemble 2,
LM Vibraphon, Ped. Harpa 2
e.
Lagu
Dayak: UM Flute 8' + Flute 4', LM 12 StringGitar, Ped. Pipe organ
NB: Pilihan register di atas bukan
satu-satunya kemungkinan, karena tiap lagu punya karakter sendiri.
BEBERAPA TIPS
§ Iringan pemazmur (iringan sebagai pegangan,
jangan mendobel solis). Kunci disesuaikan dengan suara pemazmur.
§ Iringan jawaban - dilatih dengan 8 kunci
C, D, Es, E, F, G, As, A > latihan mencari do!
§ Etika organis: melayani latihan kor dan
pemazmur
§ Mengiringi aransemen SATB diatonis dengan
not angka: yang penting Sopran dan Bas. Sopran dimainkan dengan tangan kanan
dan Bas dengan tangan kiri. Kalau pakai bas kaki akan ada masalah: tidak
mungkin semua nada dimainkan. Nada2 Alto dan Tenor adalah nada pelengkap.
§ Perlu bayangan tentang musik yang mau diiringi: tempo, dinamika, warna
register.
Komentar
Posting Komentar